Minggu, 14 Oktober 2012

Tailing Dangkalkan Sungai dan Laut di Pelabuhan Port Site



Jubi—Pendangkalan yang dilakukan hasil buangan  sisa tambang seperti tailing mulai memberikan dampak yang berarti. Selama ini tailing hanya mendangkalkan sungai-sungai hingga ke wilayah estuari Pantai Mimika. Dampak dari pembuangan tailing ini jelas memotong mata rantai makanan dan juga telah terjadi perubahan warna pada Molusca di kawasan estuari di Pantai Mimika. Peristiwa terbaru kapal carteran yang biasa digunakan PT Freeport Indonesia, MV. MARINA STAR 3 belum lama ini kandas dan diduga akibat pendangkalan dasar sungai di area pelabuhan Portsite, kampung Amamapare, Kabupaten Mimika. Kapal milik perusahaan swasta yang sedang membongkar muatan di Port Site pelabuhan milik perusahaan Freeport terkandas akibat pendangkalan air laut akibat sedimentasi tailing.

Meski taling sudah dibendung tetapi yang namanya sedimentasi sulit dibendung karena ikut terbawa air sungai sampai ke laut. Walau tak ada pengakuan dari pihak perusahaan tambang  raksasa di Papua tetapi tailing jelas memberikan dampak luas karena mengikuti aliran sungai hingga ke laut. Proses ini memang akan berlangsung lama dan bukan dalam jangka waktu singkat.

Sebelum kapal swasta terkandas di Port Site, pada 1996 Kampung Omawita yang  letaknya tidak jauh dari areal investasi tambang milik PT Freeport Indonesia dan berada di luar areal juga  mengalami  pendangkalan sungai dan banyak mollusca di kawasan estuari berubah warna kehitam-hitaman. Begitupula sagu-sagu sepanjang aliran sungai harus kering karena pendangkalan sungai-sungai  akibat buangan tailing.

Hasil penelitian yang dilakukan IPB, Faperta Uncen dan juga LSM di Papua pada 1996 lalu memberikan kesimpulan ternyata telah terjadi perubahan warna pada Mollusca di kawasan Estuari di wilayah Kampung Omawita termasuk beberapa kampung lainnya.

Pada waktu pemaparan hasil penelitian di Timika pada 1996 lalu masyarakat meminta agar sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat(LSM) di Papua untuk mendampingi mereka dalam menghadapi limbah tailing. Masyarakat Kampung Omawita menyepakati Yayasan Pengembangan Masyarakat Desa(YPMD)-Papua untuk mendampingi mereka.
“Ya kita memang mendampingi mereka tetapi bagi saya proyek itu harus berjalan selama perusahaan beroperasi dan tidak bisa secara  sepotong.  Harus kontinu,”papar Direktur YPMD-Papua Decky Rumaropen kepada Tabloidjubi.com Jumat(5/8) di Jayapura seraya menambahkan belum memahami bagaimana Corporate Respont Sosial (CSR) di PT Freeport Indonesia.

Dia menambahkan  pertama belum ada cara yang pas atau tepat untuk menghitung ganti rugi menjadi ganti untung. Kedua Apakah ganti rugi yang diberikan dapat memberikan jaminan bahwa mereka dapat hidup berkelanjutan. Ketiga bagaimana masyarakat bisa survive dengan ganti rugi yang sifatnya temporer dan keempat masyarakat masih sangat tergantung pada potensi sumber daya alam perairan dan kawasan mangrove.

Jadi menurut Rumaropen selama proyek investasi penambangan berlangsung perusahaan wajib melakukan pendampingan agar tidak terhenti dan hanya sekadar pemberian uang ganti rugi. Namun masalah lain adalah jumlah tailing yang selalu bertambah-tambah seiring dengan penggalian tambang. Saat tambang Grasberg selesai ditambang, sebanyak satu setengah milyar  material telah dibuang dan diangkut oleh sungai Aijkwa dari pabrik pengelolahan sampai di tempat pembuangan tailing. “Yang jadi soal adalah jumlah tailing yang besar.” Dr Wisnu Susetyo mantan Kepala Laboratorium Pemantauan Lingkungan Freeport menganalogikannya seperti  memelihara ayam. “Jika kita memelihara ayam tiga atau empat ekor, itu baik dan kita bisa memakan telurnya.” tutur Wisnu dalam buku Grasberg. Dia menjelaskan  ini artinya dengan memelihara dua atau tiga ekor ayam agak mudah dan tidak memerlukan banyak kandang .”Bayangkan kalau kita memiliki 500 ratus ribu ayam, kita akan menghadapi masalah besar. Di mana akan dikandangkan dan dengan cara bagaimana ayam-ayam itu akan dikandangkan? Bagaimana memberinya makan? Bagaimana cara mengatasi keributan suara ayam, bau yang ditimbulkan dan masalah sejenisnya? Itulah masalah yang dihadapi dengan pembuangan tailing,” tutur Wisnu mengingatkan.

Tak heran kalau sedimentasi tailing menyebabkan pendangkalan terhadap sungai-sungai, tailing dalam bentuk lumpur(slurry) dibuang dari dataran tinggi melalui Sungai Aghawagon,Otomona, dan Aijkwa dan diendapkan di dataran rendah Aijkwa. Buangan tailing yang melebihi daya dukungan lingkungan telah mengakibatkan perubahan warna mollusca di wilayah Kampung Omawita, di luar areal kerja konsesi PT FI.Jenis Tombelo, siput dan kerang telah berubah warna menjadi bintik-bintik hitam dan rasanya juga berubah tidak seperti aslinya.

Tombelo(Bactrophorus thoracites dan Bankia orcuti) adalah sumber protein. Kedua jenis tombelo ini biasanya dihidangkan  sebagai makanan pembuka pada pesta-pesta adat Karapao yang diselenggarakan oleh Suku Kamoro. Tombelo juga sangat khasiat sebagai obat penawar sakit malaria, flu dan batuk, sakit pinggang , menambah nafsu makan. Bagi ibu menyusui tombelo bisa memperlancar air susu ibu(ASI). Sedangkan bagi kaum lelaki, tombelo diyakini bisa meningkatkan stamina kejantanan .

Walau demikian PT Freeport Indonesia mengatakan telah memberikan manfaat langsung sebesar Rp 11,7 Triliun selama April –Juni 2011 PT FI telah melakukan pembayaran kepada pemerintah Indonesia sebesar 692 juta dollar AS atau sekitar Rp 5,9 Triliun. Teridiri dari Pajak Penghasilan Badan 594 juta dolar AS, Pajak Penghasilan Karyawan (PPh), Pajak Daerah serta pajak-pajak lainnya sebesar Rp 48 juta dollar AS dan royalti sebsar 50 juta dollar AS.

Pembayaran triwulan II ini total kewajiban pembayaran PT FI selama semester I 2011 sebesar 1,4 miliar dolar AS atau sekitar Rp 11,7 Triliun. Sesuai dengan Kontrak Karya tahun 1991 yang telah dibayarkan PT FI kepada Pemerintah Indonesia sejak 1992 sampai Juni 2011 adalah sebesar 12,8 milliar dollar AS. Jumlah tersebut terdiri dari Pajak Penghasilan Badan sebesar 7,9 milliar dolar AS, Pajak Penghasilan Karyawan, Pajak Daerah, pajak-pajak lainnya sebesar 2,4 milliar dollar, royalti sebesar 1,3 milyar dollar dan deviden sebesar 1,2 milliar dollar AS.

Kontribusi tidak langsung bagi Indonesia, investasi infrastruktur di Papua meliputi kota, instalasi pembangkit listrik, bandara udara, pelabuhan, jalan/transportasi, sarana pembuangan limbah, dan sistem komunikasi modern. Infrastruktur sosial meliputi, sekolah, asrama, rumah sakit, dan klinik, tempat ibadah, sarana rekreasi dan pengembangan usaha kecil dan menengah. PT Freeport Indonesia telah melakukan investasi senilai 7,2 miliar dollar AS pada berbagai proyek. (J/02)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar